Haris Zone official website | Members area : Register | Sign in
Image and video hosting by TinyPic


~*0*~
Ketika Anda berhenti mengubah, Anda sudah berakhir (Benjamin Franklin)
.

~*0*~
Perubahan dimulai ketika seseorang melihat langkah berikutnya (Willian Drayton)
.

~*0*~
Dia yang menolak perubahan adalah arsitek pembusukan (Harold Wilson)
.

~*0*~
Perubahan itu sendiri kekal, terus menerus, abadi. (Arthur Schopenhauer)
.

~*0*~
Perjalanan seribu batu bermula dari satu langkah (Lao Tze)
.

~*0*~
Ubah pikiran Anda dan Anda akan mengubah dunia (Norman Vincent Peale)
.

~*0*~
Tidak ada yang salah dengan perubahan, selama berada di arah yang benar (Winston Churchill)
.

~*0*~
Kita berubah, apakah kita suka atau tidak (Ralph Waldo Emerson)
.

~*0*~
Kita harus berubah menjadi seperti yang ingin kita lihat (Mahatma Gandhi)
.

~*0*~
Berteriaklah lantang jika dunia ingin melihatmu, Singkirkan rasa takutmu jika kau inginkan perubahan, Yakinlah kau bisa jika oranglain ingin percayai dirimu, Karena aku adalah sang inovator...! (anonim)
.
Image and video hosting by TinyPic
.
Image and video hosting by TinyPic Image and video hosting by TinyPic
Selamat Datang di Website Haris Media ------ Maaf Website Ini Masih Dalam Proses Pengembangan

GABUNGAN PARTAI SEBAGAI PESERTA PEMILU

Minggu, 08 Mei 2011


Adanya konfederasi, koalisi, atau aliansi menguatkan sistem presidensial karena mengkutubkan kekuatan menjadi dua: oposisi dan pemerintah.

Baru sekali ambang batas parlemen (parliamentary threshold) diberlakukan, dampaknya sudah terlihat pada penyederhanaan partai di parlemen. Desain itu semakin lengkap dengan beratnya syarat pendirian partai baru dan menjadi peserta pemilu. Akibatnya, partai-partai pun memilih ja lan bergabung. Lantas, mungkinkah gabungan partai menjadi peserta pemilu?

Gagasan menjadikan gabungan partai sebagai peserta pemilu ini, sudah me ngemuka sejak tahun 2010 lalu, seiring mulai munculnya gagasan untuk me lakukan konfederasi partai. Selain kon federasi, gabungan partai itu antara lain berupa koalisi dan aliansi. Dengan membolehkan gabungan partai menjadi peserta pemilu, kepartaian di Indonesia pun diharapkan menjadi lebih sederhana.

Namun, gagasan ini kerap ditolak oleh para politikus di Senayan, yang mempunyai kekuasaan membentuk paket undang-undang politik. Mereka kerap menjadikan konstitusi sebagai dalih menolak gagasan itu. Yang mereka maksud adalah Pasal 22E ayat (3) UUD 1945, yang berbunyi, “Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik.”

Konstitusi memang mengenalkan istilah peserta pemilu partai politik dan gabungan partai politik. Istilah terakhir ini termaktub di Pasal 6A ayat (2) yang berbunyi “Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik....”

Tapi, apakah itu berarti konstitusi menutup ruang bagi gabungan partai menjadi peserta pemilu? Sebagian pengamat politik tak sependapat. Pengamat politik senior, Arbi Sanit, misalnya, menilai para politikus di Indonesia mestinya melihat efektivitas pembukaan kesempatan itu terhadap penguatan sistem presidensial yang dianut Indonesia. Dia mencontohkan, sistem presidensial di Chile, justru kuat karena ditopang oleh koalisi.

Sebab, dengan adanya koalisi sebagai peserta pemilu, maka kekuatan bisa mengukutub menjadi dua: koalisi pendukung pemerintahan, dan koalisi oposisi. Dia menilai para politikus menolak gagasan itu karena ketidaktahuan. “Jadi, pemahaman mereka tentang multipartai, sistem kepartaian, dan sistem pemerintahan presidensial tidak nyambung. Apa persyaratan, nggak dipahami,” katanya kepada Republika, pekan lalu.

Arbi menilai konstitusi tak menutup pintu bagi majunya gabungan partai sebagai peserta pemilu. Sebab, gabungan partai itu pun, adalah partai politik.

“Saya yakin (peserta pemilu gabungan partai) tidak bertentangan dengan UUD, dan bisa diadopsi untuk pemilu legislatif. Karena koalisi itu juga kan partai politik. Nanti di undang-undangnya saja digeser peserta pemilunya kelompok partai,” katanya.

Ketua DPP PAN, Bima Arya Sugiarto, dengan gagasan konfederasi partai yang digulirkannya, juga meyakini bahwa pemberian kesempatan konfederasi partai menjadi peserta pemilu, justru akan menciptakan penyederhanaan. Jika diterapkan, kata dia, di parlemen hanya akan ada dua kutub, yaitu fraksi pemerintah dan fraksi oposisi, yang masing-masing tergabung dalam konfederasi.

“Ini sebetulnya wacana yang mulai disuarakan juga oleh beberapa kawan, supaya tidak ada pembangkanganpembangkangan baik di koalisi pemerintahan maupun oposisi,” katanya kepada Republika, pekan lalu. Bima Arya sendiri menilai konfederasi sebagai peserta pemilu tidaklah melanggar konstitusi. Apalagi, dalam sebuah konfederasi, yang menjadi peserta pemilu hanya partai induknya. “Tidak akan. Dalam UUD 1945, peserta pemilu adalah partai politik. Jadi, bukan konfederasinya yang didaftarkan,” katanya.

Meski demikian, Bima menilai Pasal 22E ayat (3) UUD 1945, masih membuka ruang multiinterpretasi. “Bisa diartikan bahwa harus partai politik. Bisa juga diartikan, yang namanya konfederasi adalah gabungan, itu juga partai politik. Tapi, ini punya potensi untuk di-judicial review nantinya ke Mahkamah Konstitusi (jika gagasan itu diadopsi UU Pemilu –Red),” katanya.

Alhasil, kalau pun gagasan itu hendak didorong, Bima menilai sebaiknya dilakukan antisipasi. Misalnya dengan mengkomunikasikannya dengan Mahkamah Konstitusi. “Jangan sampai proses pemilu terganggu karena masalah penafsiran seperti ini yang kemudian di-MK-kan,” katanya.

Direktur Eksekutif Center for Electoral Reform (Cetro), Hadar Nafis Gumay, juga berpendapat ruang bagi gabungan partai semacam konfederasi, perlu dibuka dalam UU Pemilu. “Menurut saya itu tidak bertentangan dengan konstitusi. Karena, konfederasi itu kan juga partai-partai. Bisa saja itu dibuat. Bahkan itu nanti diatur lewat undang-undang saja,” katanya, dua pekan lalu.

Cetro, kata Hadar, menjadikan gagasan konfederasi sebagai peserta pemilu sebagai alternatif jika para legislator di Senayan, menaikkan angka parliamentary threshold secara drastis. Karena semakin tinggi angkanya dinaikkan, maka banyak partai yang akan terpangkas, dan berimplikasi pada banyaknya suara yang terbuang.

“Jadi, kalau PT dinaikkan menjadi sangat tinggi, maka kami meminta dibuka saluran konfederasi,” katanya. Adanya konfederasi sebagai peserta pemilu diyakini Hadar akan menyelamatkan suara-suara terbuang tadi.

Lazim

Gabungan partai sebagai peserta pemilu, hingga saat ini masih diterapkan di sejumlah negara. Baik yang menganut sistem presidensial, maupun parlementer. Penelisikan Republika mendapati, negara-negara penganut sistem presidensial penuh (full presidential system) yang memberi ruang bagi gabungan partai menjadi peserta pemilu, antara lain Chile, Argentina, Meksiko, Filipina, Iran, Brasil, Suriname, Dominika, Guatemala, Panama, Ukraina, dan Sri lanka.

Adapun negara penganut sistem semi presidensial, yang membolehkan gabungan partai menjadi peserta pemilu, antara lain adalah Rusia, Prancis, Romania, Senegal, dan Mali. Yang tidak memberlakukannya antara lain Portugal, Aljazair, Haiti, dan Lithuania.

Sedangkan negara-negara penganut sistem parlementer yang menerapkannya antara lain Italia, Albania, Timor Leste, Jepang, dan Malaysia. Sedangkan yang tidak menerapkanya, antara lain adalah Turki, Yunani, Jerman, Pakistan, Bangladesh, dan Inggris. Dengan demikian, koalisi tidaklah selalu identik dengan negaranegara penganut sistem parlementer.

Di Chile, yang merupakan negara penganut sistem multipartai dan sistem pemerintahan presidensial paling sukses, pemilu legislatif yang digelar 11 Desember 2005 lalu, diikuti oleh empat gabungan partai. Yaitu Kekuatan Independen Regional yang beranggotakan Aliansi Nasional Independen, dan Partai Aksi Regional Chile.

Selain itu, Konsentrasi Partai untuk Demokrasi, yang beranggotakan Partai Kristen Demokrat, Partai untuk Demokrasi, Partai Sosialis Chile, dan Partai Sosial Demokrat Radikal; Bersama Kita Bisa Melakukan Lebih, yang beranggota kan Partai Komunis Chile, dan Partai Humanis; serta, Aliansi untuk Chi le, yang beranggotakan Uni Demok rat Independen, dan Pembaruan Nasional.

Di Filipina, pemilu legislatif pada 10 Mei 2010 lalu, diikuti oleh 29 peserta. Terdiri atas empat koalisi dan 18 partai/independen. Keempat koalisi adalah Koalisi Lakas Kampi CMD yang beranggotakan Lakas Kampi —sebuah partnership antara Kristen dan Muslim Demokrat—, Kabaka, dan Sorro. Koalisi lainnya adalah: Koalisi Partai Liberal (dua partai), Koalisi Partai Nasionalis (empat partai), Koalisi PMP (dua partai).

Pemilu 8 Maret 2008 untuk memilih anggota majelis rendah Malaysia (Dewan Rakyat), juga membuat kekuatan mengkutub menjadi dua kekuatan. Yaitu Barisan Nasional yang terdiri atas 14 partai, dan Pakatan Rakyat yang terdiri atas tiga partai. Jelas mana kekuatan pemerintah dan oposisi.

Barisan Nasional meraih 140 kursi, atau menurun sebanyak 58 kursi dibanding pemilu sebelumnya. Sedangkan, partai-partai yang tergabung dalam Pakatan Rakyat meraih 82 kursi, atau naik 62 kursi dibanding pemilu sebelumnya.

Sebelum pemilu 8 Maret itu, selama berkali-kali pemilu di Malaysia diikuti oleh Barisan Nasional dan partai-partai lain secara sendiri-sendiri. Kehadiran Anwar Ibrahim, membuat partai-partai oposisi bersatu di bawah Pakatan Rakyat, yang merupakan padanan istilah fron rakyat, dan secara signifikan mengubah peta politik di Malaysia, terutama di parlemen.

Threshold

Sejumlah negara ada yang menerapkan ambang batas parlemen yang sama untuk peserta pemilu partai dan gabungan partai. Ada pula yang menerapkan berbeda, seperti Albania, Cheska, Hongaria, Italia, Lithuania, Polandia, Rumania, dan Slovakia.

Albania memberlakukan ambang batas 2,5 persen untuk partai, dan empat persen untuk koalisi partai. Cheska lima persen partai, dan delapan persen koalisi. Hongaria, lima persen partia, dan 10 persen koalisi. Italia, dua persen partai dalam koalisi, empat persen partai yang tidak dalam koalisi, dan 10 persen untuk koalisi.

Di Lithunia, lima persen partai, dan tujuh persen koalisi. Polandia, lima persen partai, delapan persen koalisi. Rumania, lima persen partai, dan 8-10 persen koalisi. Slovakia, lima persen partai, dan tujuh persen koalisi.

Tapi, untuk konteks Indonesia, karena salah satu fungsi keikutsertaan gabungan partai dalam pemilu adalah menyelamatkan suara hilang, pembedaan ambang batas dinilai belum diperlukan. Sebaiknya disamakan saja, kata Hadar.

Oleh Harun Husein

Konfederasi Adalah Formula Ideal

Bima Arya Sugiarto, Ketua DPP PAN, menyayangkan UU Parpol yang sangat ketat. Akibatnya, partai-partai dipaksa melebur. Padahal, dia menilai konfederasilah formula paling ideal dalam memecahkan dilema kepartaian di Indonesia. Berikut wawancara wartawan Republika, Harun Husein, de ngan mantan Direktur Eksekutif Charta Politica ini:

Apa alasan PAN menggulirkan konfederasi?

Karena kita berhadapan dengan dilema. Di satu sisi kita ingin jumlah partai lebih sedikit. Membuat sistem kepartaian lebih efektif dan efisien. Tapi di sisi lain, tetap nggak bo leh ada pemberangusan. Tetap harus ada akomodasi terhadap ke ber agaman, dan partai-partai kecil menengah dilindungi. Akhirnya, kita menemukan formula yang menurut kita ideal, yaitu konfederasi.

Kenapa konfederasi, bukan yang lain?

Karena konfederasi adalah suatu metode atau cara, bagaimana partai-partai itu bisa berjuang dalam satu wadah. Artinya mereka tetap punya simbol sendiri, identitas sendiri, lambang sendiri.
Tapi, memang, dalam perjalanannya kemudian, UU Partai Politik yang baru bertentangan dengan semangat konfederasi tadi. Spiritnya agak tidak berpihaklah pada keberagaman. Begitu ketatnya verifikasi partai politik di Kemenkumham, sehingga membuat partaipartai kecil menengah agak sulit berjuang sendiri. Karena itu, mereka kemudian melebur. Dan, ini berbeda dengan konfederasi. Konfederasi itu kan simbol dan identitas partai masih ada, masih dihargai. Tapi, sekarang UU Partai yang baru memaksa partai untuk melebur atau merger.

Kenapa opsi penggabungan tidak diambil juga oleh PAN?

Begini. PAN itu kan platformnya menempatkan hal-hal seperti inklusivitas, pluralisme. Jadi, menurut kita, keberagaman itu harus dihargai,. Jangan sampai dibunuh, disatukan, diseragamkan. Itu pertimbangannya.
Tetapi, tentunya, kita juga membuka lebar bagi partai-partai yang kemudian, katakanlah, memutuskan tidak mengikuti verifikasi (di Kemenkumham). Partai-partai kecil ini punya tiga pilihan. Pertama, terus berjuang verifikasi dengan risiko keluar uang tapi mereka tidak lolos ke pemilu. Kedua, bergabung dengan partai-partai lain untuk membentuk partai baru. Ini yang dipilih oleh teman-teman di Forum Persatuan Nasional. Ketiga, melebur dan bergabung dengan partai yang lain.
Kita masih terbuka untuk opsi pertama, kedua, dan ketiga. Jadi kalau ada partai-partai yang tak lolos PT kemudian memutuskan bergabung di PAN, masih kita terima dengan sangat terbuka.

Bergabung di PAN nanti simbol dan identita partainya akan tetap?

Ada dua kemungkinan. Yang sangat praktis adalah individunya. Jadi individu-individu yang punya basis mas sa di daerah, kemudian suara individu menyatakan bergabung dengan PAN. Ini proses yang sangat simpel dan prak tis. Ada kemungkinan juga, partai lain itu secara kelembagaan melebur ke dalam PAN. Ada juga pembica raan ke arah itu. Tapi, tentunya karena secara kelem baga an ini harus diputuskan secara formal melalui me ka nisme internal partai, ini prosesnya agak lebih rumit dibanding yang secara individu tadi.

Dalam konfederasi yang diusung PAN, partaipartai yang tergabung tetap menjadi peserta pemilu masing-masing, atau cukup satu peserta pemilunya?

Begini. Kita membayangkan di surat suara, (peserta) pemilunya adalah satu partai, sebagai partai induk. Tapi, di daftar (calon) di surat suara, nanti ada caleg-caleg dari partai lain yang tetap dibolehkan mencantumkan lambang partainya. Itu yang kita perjuangkan, sebetulnya.

Konfederasi yang digagas PAN seperti Malaysia atau berbeda?

Tentu saja ada varian-varian yang berbeda. Kalau di Malaysia, kan parlementer. Kalau di Malaysia, kalau tidak salah, ada lambang Barisan Nasionalnya. Kalau ki ta kan punya kendala di UUD 1945: peserta pemilu ini kan partai politik. Kita tidak mau memasuki wilayah kontroversi. Karena, kalau peserta pemilunya konfederasi, bisa di-MK-kan (UUnya bisa diuji materi, karena konstitusi menyatakan peserta pemilu DPR adalah partai politik —Red).

Jika gagasan konfederasi kemudian diadopsi, yang dibayangkan PAN, akan seperti apa penyederhanaan partai ke depan?

Saya kira mungkin akan ada dua kutub saja di parlemen. Artinya fraksi pemerintah dan fraksi oposisi. Fraksi pemerintah, tergabung dalam kekuatan konfederasi. Ini sebetulnya wacana yang mulai disuarakan oleh beberapa kawan juga, supaya tidak ada pembangkangan-pembangkangan baik di koalisi pemerintahan maupun oposisi.

Dari 17 partai yang melakukan pembicaraan dengan PAN, sudah ada yang firm?

Belum. Semuanya masih menunggu proses internalnya masing-masing. Seperti saya sampaikan tadi, kawan-kawan dari 17 partai itu kan ada PNBK, Pelopor, PDP. Mereka ini masih mencoba juga untuk ikut proses verifikasi. Jadi ini prosesnya masih cairlah.

Sumber : republika.or.id

Koalisi Strategis Lebih Rasional

Bagi pengamat politik Arbi Sanit, sistem kepartaian di Indonesia perlu dibagi ke dalam dua kelompok besar, agar sesuai dengan sistem presidensial. Bagaimana detailnya? Berikut wawancara wartawan Republika, Harun Husein, dengan Arbi Sanit.

Format kepartaian seperti apa yang pas untuk Indonesia?
Kalau melihat contoh-contoh sistem presidensial yang berhasil dan gagal, kaitannya dengan partai peserta pemilu amat kental. Artinya, kalau jumlah partai peserta pemilu lebih dari dua, efektivitas dan stabilitas pemerintahan hasil pemilu selalu tidak bisa dipertanggung jawabkan. Jadi, otomatis prinsipnya, dua peserta pemilu lah yang penting. Itu baru bisa menopang sistem pemerintahan presidensial secara demokratik dan efektif sekaligus.
Tapi, karena dalam sistem multipartai di Indonesia dan hak demokrasi, partai tidak bisa kita bubarkan begitu saja. Maka, mereka didorong pada dua koa lisi. Itu solusi yang rasional, sesuai dengan kebutuhan.

Akhir-akhir ini sudah muncul penggabungan partai. Ada yang mengusung konfederasi dan fusi…?

Yaa, saya kira, kalau konfederasi atau federasi ti dak efektif, karena terlalu longgar. Jadi, bentuk koa li si nya itu mestilah yang kokoh juga. Saya meng ambil contoh yang sukses itu Barisan Nasional di Malay sia. Lebih 50 tahun mereka bisa bersatu, menang, dan berkuasa. Jadi, dalam kaitan ini, contoh malaysia itu saya kira yang paling tepat untuk Indonesia.

Malaysia formatnya seperti apa?

Dia koalisi. Tetapi, tetap saja partai-partai itu ada. Mereka membagi kursi dan leadership-nya secara proporsional di antara anggota koalisi. Yang jelas, memang, koalisinya itu, pada setia dengan koalisi, dan ada sanksi kalau tidak setia.

Apa ke depan perlu dibuat peserta pemilunya koalisi?

Ya. Justru itu yang amat diperlukan. Jadi bolehboleh saja banyak partai, atau bikin partai baru. Itu hak. Tapi, yang ikut pemilu itu harus dibatasi. Nah, kalau untuk memenuhi sistem presidensial, dibatasi pada dua kelompok. Soal bagaimana pembagian kursi dan kepemimpinan nanti, itu urusan masingmasing koalisi.

Apakah memungkinkan konstitusi kita?

Bisa, karena nggak berlawanan dengan UUD. Di UU-nya kita geser ke kelompok partai.

Ada anggapan kalau koalisi lebih terasa seperti sistem parlementer?

Yaa, enggaklah. Chile yang paling berhasil di Amerika Latin, presidensialnya berhasil karena ada koalisi.

Sebenarnya apa perbedaan koalisi, aliansi, konfederasi, fusi?

Kalau fusi, peserta gabungan sudah kehilangan segala hal. Ideologinya dikompromikan, leadership dikompromikan, organisasinya pun disatukan. Itu pengalaman zaman Soeharto. Itu tidak demokratik. Karena, hak untuk berpartai menjadi hilang.
Konfederasi, bandingkan saja dengan negara konfederasi Inggris. Ada Malaysia, Australia. Masingmasing merdeka kom plet. Tetapi, waktu perang Malvinas de ngan Argentina, semua membantu Inggris. Jadi, hanya momentum. Jadi, waktu pemilu dia bergabung ramai-ramai. Di luar pemilu, dia merdeka lagi masing-masing.
Celakanya, dalam sistem presidensial, SBY sudah bikin konfederasi. Koalisi istilahnya di sini, tapi operasinya adalah konfederasi. Akibatnya, setelah pemilu dia kalah di DPR justru oleh anggota koalisinya sendiri. Tidak konsisten koalisinya, itulah konfederasi. Federasi, sama saja dengan konfederasi. Lebih kurang sama.
Kalau koalisi kan ada dua macam. Ada koalisi strategis, ada koalisi ad hoc. Koalisi ad hocitu mirip konfederasi. Dalam mencapai sasaran tertentu dia bekerja sama. Kalau sudah tercapai, kerja samanya boleh bubar lagi. Kalau koalisi strategis, seperti UMNO di Malaysia. Koalisinya jangka panjang, untuk seluruh hal, dan permanen. Saya menamakannya Koalisi Besar dan Permanen (KBP).
Aliansi mirip konfederasi, tapi lebih ringan lagi. Jadi, itu kerja sama yang amat bergantung momentum. Dan di dalam aliansi, memang begitu cair. Lebih cair lagi daripada konfederasi. Kalau konfederasi kan ada semacam persamaan kepentingan. Kalau aliansi, nggak.
Jadi, kepastian memang ada pada koalisi strategis, paling bisa diharapkan stabilitas dan efektivitas politik seperti UMNO. Yang paling longgar aliansi, dan paling sulit diharapkan hasilnya.

Dari berbagai konsep, mana yang Anda rekomendasikan?

Koalisi strategis. KBP.

Bagaimana dengan persoalan ideologi?

Koalisi strategis itu ada unsur-unsur substansinya. Pertama, ideologi-ideologi yang berbeda di dekatkan. Cara mendekatkan, tidak bisa dengan ideolo gi aliran seperti kita sekarang ini. Kita harus pakai yang namanya spektrum ideologi. Yaitu, ada garis ki ri kanan horisontal, dengan tiga titik: kiri, tengah, kanan.
Beda kiri dan kanan adalah campur tangan negara terhadap kehidupan rakyat. Kalau campur tangan itu dibolehkan, betapapun besar kecilnya, itu namanya kiri. Kalau campur tangan itu dilarang, betapapun besar dan kecilnya, itu namanya kanan.
Nah, atas dasar itu, kalau saya bisa buat-buat, semua partai Islam itu kiri. Karena ajaran Islam menghendaki negara mencampuri seluruh hidup rakyat. Sama dengan komunis, dan sosialis. Di Indonesia, nasionalisnya Megawati juga kiri. Karena, ajaran Bung Karno yang sosialistis/marhaenis.
Yang kanan itu bisa jadi Golkar dan Demokrat, karena dia liberal. PAN, karena dia Islam, kiri. Tapi. kirinya agak ke tengah. PKB kiri juga, tapi lebih dekat ke tengah, karena dia liberal.

Kecenderungan di banyak negara sudah pakai spektrum ideologi?

Di mana-mana. Indonesia saja yang masih pakai seperti sekarang. Di buku teks tidak ada.(-)

Sumber : republika.co.id

ERA MERGER PARTAI POLITIK

Bergabung adalah jalan realistis di tengah ketatnya syarat pendirian partai politik.

Dunia kepartaian di Indonesia memasuki babak baru. Euphoria pendirian partai baru, mulai memperlih atkan tanda-tanda mengendur. Partai-partai yang sudah ada, juga ramai-ramai bergabung. Pengenduran terlihat dari sepinya pendaftaran partai politik di Depar temen Hukum dan HAM. Dibuka sejak 17 Januari lalu, hingga awal Mei, baru lima partai yang mendaftar.

Kelima partai yang sudah mendaftar adalah Partai Nasional Republik (Nasrep), Partai Nasional Demokrat (Nasdem), Partai Persatuan Nasional (PPN), Partai Kedaulatan Bangsa (PKB) Indonesia, dan PDI Perjuangan.

Nasrep disebut-sebut di-back up Tommy Soeharto; Nasdem, didirikan Surya Paloh; PPN merupakan partai yang didirikan pengurus 10 partai yang tak lolos ambang batas parlemen (parliamentary threshold) pada Pemilu 2009; dan, PKBI adalah partai yang didirikan Yenny Wahid, putri Gus Dur.

Puluhan partai peserta Pemilu 2009 lainnya, masih sibuk saling menjajaki un tuk bergabung. Ada yang bergabung de ngan sesama partai kecil, seperti terjadi dengan PPN. Ada pula yang bergabung dengan partai-partai besar. Pa da Pemilu 2009, ada 29 partai yang tak lolos ambang batas parlemen 2,5 persen.

Ada tiga hal yang membuat partai-partai kecil tersebut jeri mengurus lagi pendaftaran partai. Yaitu, syarat pen di rian partai politik, syarat menjadi pe ser ta pemilu, dan parliamentary threshold.

Undang-Undang No 2/2011 tentang Parpol mengharuskan setiap par tai memi liki kepengurusan di 100 persen provinsi, 75 persen kabupa ten/ kota di provinsi bersangkutan, dan 50 persen kecamatan di kabupaten/kota bersangkutan. Saat ini, ada 33 provinsi, 497 kabupa ten/kota, dan 6.435 kecamatan.

Butuh energi, waktu, dan dana besar membangun struktur kepengu rus an itu, terutama untuk tingkat ke camat an. Tapi, itu baru tantangan per ta ma. Tantangan berikutnya, adalah saat menjadi peserta pemilu. Dari pe mi lu ke pemilu, syarat menjadi peserta pemilu selalu lebih berat dibanding syarat pendirian partai.

Setelah lolos menjadi peserta pemilu pun, tak ada jaminan bakal masuk DPR dan DPRD. Karena ambang batas parlemen sudah menanti. Dengan ambang batas 2,5 persen saja pada Pemilu 2009 lalu, satu partai memerlukan minimal 2,6 juta suara untuk lolos ke DPR. Da lam draf revisi UU Pemilu, ang ka nya memperlihatkan kecenderungan di naik kan minimal tiga persen. Pember lakuannya pun akan diterapkan untuk DPRD, bukan hanya di DPR.

Belum gamblang
Konsep penggabungan itu, sudah bergulir sejak tahun 2010 lalu. Yang mulamula mengemuka adalah konsep konfederasi, ditawarkan Partai Amanat Nasional. Selanjutnya, Partai Demok rat me ngusung asimilasi, Golkar de ngan fusi. Istilahistilah lain seperti merger dan akuisisi, juga turut meramaikan suasana.

Hampir semua partai yang lolos ke Senayan, sudah menjajaki penggabung an dengan partai-partai kecil. Tapi, seiring naiknya syarat pendirian partai se cara drastis, partai-partai yang mengu sung konsep konfederasi —yang me mungkinkan partai-partai kecil bergabung tanpa kehilangan identitas dan sim bol— akhirnya tersendat. Sebab, su lit bagi partai-partai itu untuk lolos verifikasi.

PAN, tak terlihat antusias lagi melanjutkan ide konfederasi. Sementara, Forum Persatuan Nasional (FPN) yang semula hendak membentuk konfederasi —bahkan telah melakukan studi banding ke markas UMNO di Malay sia— juga balik kanan. Kecenderungan pun kemudian lebih mengarah menjadi peleburan.

“Konfederasi bukan tidak kami lanjutkan, tapi tidak diakomodasi UU Parpol. Sebenarnya lebih enak dan gam pang konfederasi, karena partai lama tetap eksis. Kalau fusi, partai-partai yang melebur hilang,” kata Sekretaris Jenderal Dewan Presidium PPN, Didi Supriyanto, kepada Republika, pekan lalu.

Tapi, yang terjadi kemudian dengan PPN bukan fusi. Sepuluh partai membelah diri. Sebagian tokohnya ke PPN, sebagian di partai lama. Partai lama dibiar kan hidup, karena partai-partai itu masih memiliki anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota. “Ini penggabungan tokoh dan infrastruktur untuk menghadapi verifikasi. Kami optimistis lolos parliamentary threshold,” kata Didi.

Sementara itu, konsep asimilasi yang diusung Partai Demokrat, merupakan peleburan partai-partai kecil ke Partai Demokrat. Wakil Sekjen Demokrat, Saan Mustofa, berulangkali mengatakan akan mengajak asimilasi 17 partai pendukung SBY-Boediono. Tapi, hingga awal Mei, baru dua partai yang menjalin komunikasi serius, yaitu Partai Barisan Nasional dan Republika Nusantara.

Partai-partai yang hendak berga bung pun belum benar-benar punya pemahaman sama. Partai Karya Per juangan (Pakar Pangan), yang menggelar kongres di Bali pada awal Mei lalu, telah menyata kan ingin menjadi sayap Partai Demokrat. Tapi, Partai De mokrat bagi partai ini, menjadi partai induk. Gagasan yang masih berbau konfederasi.

Partai Gerindra juga belum menjelaskan secara gamblang apa format penggabungannya. Pada hal, partai yang didirikan Prabowo Subian to ini telah mencaplok sembilan partai kecil. Tiga di antaranya merupakan par tai pendukung SBY-Boediono dalam Pe milu Presiden (Pilpres) 2009 lalu. Sembilan partai pendukung SBY-Boediono lainnya, juga telah menyeberang ke PPN.

Dalam urusan mengajak partai-partai kecil bergabung, juga sempat terlihat adanya perebutan. Partai Barnas, misalnya, sempat dinyatakan Wakil Ketua Umum Gerindra, Fadli Zon, telah bergabung dengan Gerindra. Namun, belakangan, Barnas merapat ke Demokrat. Dan, itu dikonfirmasi lewat pernyataan-pertanyaan petinggi Demokrat dan Barnas. Kongres Barnas di Manado, akhir April lalu, juga dibuka Ketua DPR Marzuki Alie yang tak lain adalah wakil ketua Dewan Pembina Demokrat.

Partai-partai lain seperti Golkar, PDIP, PPP, dan Hanura, juga telah menjajaki penggabungan. Ketua Umum Hanura, Wiranto, akhir tahun lalu mengatakan telah bertemu dengan delapan pimpinan partai kecil. Juga telah melakukan pembicaraan dengan PAN dan Gerindra. Tapi, penggabungan masih tertumbuk pada identitas partai-partai yang tak mungkin dihilangkan begitu saja.

PDIP, seperti dikatakan anggota DPR dari partai itu, Gandjar Pranowo, pertengahan Desember tahun lalu, juga sudah menerima lamaran partai-partai kecil yang ingin melebur. Sudah ada satu partai yang serius, sementara tiga partai lain masih penjajakan, katanya, katanya (Republika, 15/12). Dalam bergabung, Ganjar mengatakan ideologi bukan lagi faktor yang menentukan.

Sementara PPP, juga mengusung jargon PPP sebagai rumah bersama partai Islam. Lewat gagasan ini, Partai Kabah mengajak partai-partai pecahannya, untuk kembali ke rumah lama: PPP. Antara lain Partai Kebangkitan Nasional Ulama dan Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia, yang tak lolos ambang batas pemilu lalu.

Gagasan penggabungan yang berkembang memang belum benar-benar gamblang. Namun, tren bergabung, merupakan jalan yang realistis di tengah beratnya persyaratan pen dirian partai, menjadi peserta pemilu, dan melampaui ambang batas pemilu. Penggabungan juga memungkinkan sistem kepartaian lebih sederhana, dan lebih kompatibel dengan sistem presidensial.


PARTAI YANG BERPENCAR DAN BERGABUNG


Pada Pemilu Presiden 2009 lalu, sebanyak 25 dari 29 partai yang tidak lolos ambang batas parlemen ( parliamentary threshold), turut mendukung pasangan capres/cawapres. Tapi, menjelang Pemilu 2014, terutama dalam menghadapi syarat pendirian partai, menjadi peserta pemilu, dan parliamentary threshold, partai-partai kembali berpencar. Ada yang kemudian bergabung dengan sesama partai kecil, seperti yang terjadi dengan Partai Persatuan Nasional (PPN). Ada yang bergabung dengan partai lain yang lebih besar, baik partai asal presiden yang didukungnya dalam pilpres atau mencari partai lain. Ada pula yang belum menentukan sikap. Berikut hasil penelisikan Republika:

PENDUKUNG SBY-BOEDIONO

1. Demokrat
2. PKS
3. PAN
4. PPP
5. PKB.
6. RepublikaN
Demokrat
7. PPPI
Gerindra
8. PDS
Gerindra
9. PBR
Gerindra
10. PDP
PPN
11. Partai Patriot
PPN
12. PNBKI
PPN
13. PMB
PPN
14. PPI
PPN
15. Pelopor
PPN
16. PKDI
PPN
17. PIS
PPN
18. Partai PDI
PPN
19. PBB
Belum jelas
20. Partai PIB
Belum jelas
21. PPRN
Belum jelas
22. PKPI
Belum jelas
23. PKPB
Belum jelas


PENDUKUNG MEGAWATI-PRABOWO

1. PDIP
2. Partai Gerindra
3. PNI MarhaenismeGerindra
4. Partai BuruhGerindra
5. Partai MerdekaGerindra
6. Partai KedaulatanGerindra
7. PSIGerindra
8. PPNUIGerindra
9. Pakar PanganDemokrat


PENDUKUNG JK-WIRANTO

1. Partai Golkar
2. Partai Hanura

PARTAI YANG TAK MENDUKUNG CAPRES/CAWAPRES
DALAM PILPRES 2009

1. PPDPPN
2. BarnasDemokrat
3. PKNUBelum jelas
4. PDKBelum jelas

Sumber: Diolah dari pemberitaan Republika dan berbagai sumber
oleh Harun Husein

Sumber : republika.or.id

Trik Memperkenalkan Hobi Baca Pada Bayi

Rabu, 04 Mei 2011

Jakarta - Ada banyak manfaat dari hobi membaca. Jadi tidak ada salahnya memperkenalkan hobi tersebut pada anak, sejak bayi.

"Tidak pernah ada kata terlalu cepat untuk membacakan anak sebuah buku," jelas Ahli Pendidikan Anak dari Mississippi State University Nancy Verhoek-Miller, seperti dilansir dari SixWise.

Pernyataan Nancy itu memang terbukti ada benarnya karena menurut data dari National Center for Education Statistics di Amerika Serikat, anak-anak yang orangtuanya rajin membacakan buku kepada mereka cenderung menjadi pembaca yang lebih baik. Anak-anak tersebut juga jadi lebih pintar di sekolah.

Lantas, bagaimana memperkenalkan hobi membaca pada anak yang masih bayi? Ini dia tipsnya, seperti dilansir Today's Parenting:

1. Buat buku sendiri yang berisi foto-foto diri anak dan keluarga terdekat. Buklet foto bisa jadi buku pertama yang jadi favorit si kecil.

2. Lihat isyarat pada anak. Bayi dan balita biasanya tidak punya ketertarikan yang cukup lama pada sesuatu. Meskipun hanya beberapa menit, kegiatan memperkenalkan buku tersebut bisa dirasa lama oleh mereka. Biarkan anak memberitahu Anda kapan saatnya kegiatan itu harus diakhiri. Perhatikan isyarat yang diberikan si kecil.

3. Jadikan kegiatan membaca sebagai ritual. Anda bisa melakukan kegiatan tersebut menjelang tidur, saat menyusui, ketika si kecil baru pulang main. Saat buku sudah menjadi bagian dari rutinitasnya, anak akan terbiasa membaca hingga dewasa.

4. Bacakan satu cerita berulang-ulang. Saat anak masih bayi, tidak ada salahnya membacakan satu buku cerita berulang-ulang. Ketika Anda melakukan hal itu, anak akan belajar kalau sebuah cerita memiliki awal, akhir dan dapat diprediksi.

"Anak akan merasa hebat saat mereka bisa menguasai cerita itu," ujar Psikolog Anak Mary Ann Evans dari University of Guelph.

5. Saat membaca, usahakan melakukannya secara interaktif. Cari buku yang melibatkan bayi atau balita Anda bergerak, seperti menunjuk benda di buku atau menirukan suara. (eny/eny)

Sumber : wolipop.com

‘Think Like an Entrepreneur’

Selasa, 03 Mei 2011

Salah satu pengusaha muda paling kaya di Indonesia Sandiaga Salahuddin Uno bercerita soal jatuh bangun membangun usaha dan pendapatnya mengenai peluang usaha yang masih terbuka di Indonesia. Ditemui Yahoo! Indonesia di kantornya di Jakarta Selatan, Sandiaga mengaku sempat mendapatkan cobaan yang membuatnya berpikir untuk menyerah.

T: Apa kesibukan Anda sekarang?

J: Aku fokus di Kadin, tapi tahun ini lebih banyak ke pengembangan bisnis. Banyak waktuku habis di Saratoga tapi di Recapital juga masih menduduki jabatan. Juga sebagai komisaris di beberapa anak usaha, ikut membantu tapi nggak day to day, hanya big picture dan strategy, dan memantau sebagai pemegang saham.

T: Anda kan terpilih sebagai salah satu orang terkaya dan termuda di Indonesia versi majalah Forbes, bagaimana sih kisah suksesnya?

J: Memulai usaha itu, hampir semua orang termasuk saya tak pernah terpikir bahwa 10 atau 14 tahun ke depan akan mencapai pencapaian seperti ini. Bagi saya bisnis itu adalah survival mode. Betul-betul terpaksa karena di-PHK. Ada krisis tahun 1997-1998 yang memaksa banyak perusahaan melakukan PHK dan saya salah satunya. Tapi itu ternyata membuka satu peluang di tengah-tengah krisis tersebut. Kalau dilihat potretnya sekarang memang sukses tapi ketika dilihat sejarahnya, banyak jatuh bangun. Ini yang saya alami, kesulitan membangun usaha sangat terasa dalam tahun-tahun pertama sampai tiga tahun pertama.

T: Apa perubahan yang terbesar dari karyawan menjadi pengusaha?

J: Sebagai pengusaha, kita harus mengubah paradigma dari seorang karyawan yang biasanya-- walaupun memberi yang terbaik-- pada akhir bulan sudah dijamin dengan segala tunjangan dan gaji yang bakal ada di rekening koran. Itu membentuk sifat karyawan yang tidak suka mengambil risiko. Seorang pengusaha jatuh bangun karena bisnis penuh risiko. Kami melihat bagaimana tanggung jawab membesarkan perusahaan dan menciptakan lapangan kerja itu tidak mudah. (Baca juga: Rahasia Sikap Mental Pengusaha)

Pada tahun-tahun pertama itu --Recapital maupun Saratoga-- saya mengalami susahnya menjalin usaha. Sulitnya mendapatkan kepercayaan dari klien dan investor. Ada suatu periode yang cukup lama, enam bulan kami sama sekali tidak mendapat order. Sampai terpikir apakah benar langkah kami menjadi pengusaha? Apakah memang mental kami lebih cocok jadi karyawan?

Tapi dengan kerja keras dan pantang menyerah, alhamdulillah. Itu nasihat orang tua selalu, ketika kita kerja keras tanpa pamrih dan ikhlas, rejeki yang akan menghampiri. Itu yang kami percaya terus.

Walaupun awalnya kami susah, jatuh bangun, hampir beberapa kali tak bisa bayar gaji pegawai. Kami jalani terus dan alhamdulillah sekarang sudah bisa membiayai 2 grup, Recapital dan Saratoga. Kami sekarang punya pondasi yang kuat dan bisa memberikan pekerjaan kepada 20 ribu karyawan.

T: Apa titik balik dari saat jatuh bangun tersebut menjadi usaha yang pondasinya kuat?

J: Titik baliknya saya rasa sekitar 4-5 tahun setelah mulai menapak jadi pengusaha. Saya melihat bahwa ternyata kalau kita berikan 100 persen dan full comitment terhadap usaha hasilnya akan baik. Para pelanggan, klien, nasabah maupun investor yang mempercayai kami untuk mengelola dana maupun perusahaan yang kami beri advice untuk melakukan restrukturisasi bisa memberikan kepercayaan.

Melihat sosok pengusaha muda, rupanya mereka tidak serta merta menilai pengusaha muda minim pengalaman. Ternyata mereka akan memberikan kepercayaan kalau pengusaha mudanya bisa menyerap begitu banyak pengalaman, bisa menghasilkan solusi dari permasalahan keuangan dan bisnis yang mereka hadapi.

T: Apakah Anda sempat berpikir untuk menyerah?

J: Tahun ketiga itu memang sempat terpikir untuk meneruskan atau mundur. Waktu itu sedang susah-susahnya melihat ada klien yang tak bayar tagihan, susah memotivasi karyawan. Ada seribu pertanyaan di kepala kami, teruskan atau mundur.

Di situlah keteguhan dan loyalitas entrepreneur diuji. Apakah dia loyal terhadap tujuan menjadi entrepreneur. Tujuan saya waktu itu adalah sukses dan memberi manfaat yang lebih untuk sekitar dengan menciptakan lapangan kerja. Kalau kita fokus dan loyal di tujuan kita, insya allah kita akan mendapatkan titik balik di tujuan tersebut.

T: Saat Anda dipecat tahun 1997, apa ketakutan terbesar saat itu?

J: Waktu itu saya baru punya keluarga. Saya berpikir bagaimana kasih makan anak saya. Anak saya waktu itu baru berumur beberapa bulan. Saya sudah dibiasakan selama 8 tahun bekerja dan menerima income rutin dan nggak pusing terhadap uang belanjaan. Tiba-tiba saya mendapati kenyataan ini. Dunia betul betul gelap, pekat. Seperti nggak ada solusi.Akhirnya saya putuskan,survival insting saja, kembali ke Indonesia. Saya kembali ke rumah orang tua, karena rumah saya ludes. Harta saya habis dijaminkan ke bank untuk investasi di pasar saham. Waktu itu semua saham kan jebol.

Saya putus asa, tak percaya diri, teman-teman saya memandang saya lain. Di kultur kita kegagalan dianggap sebagai akhir dari segalanya. Padahal di dunia entrepreneur, kegagalan adalah akhir dari suatu chapter yang baru. Chapter yang akan dimulai adalah dimana seseorang bisa belajar dari kegagalan dan menjadikannya sebagai anak tangga menuju kesuksesan.

T: Siapa yang paling berjasa dalam momen kebangkitan Anda?

J: Keluarga pastinya. Momen kebangkitan ini kalau saya nggak punya istri dan orang tua yang memberi kesempatan dan memberi dukungan, doa. Saya beruntung ketemu teman SMA saya Rosan (Rosan Perkasa Roeslani, Direktur Utama PT Recapital Advisors) dan kami memulai Recapital. Saya juga beruntung dipertemukan lagi dengan pak Edwin Suryajaya yang sudah saya kenal 5 tahun sebelumnya. Kami mulai menata bisnis apa yang menurut saya akan bisa berkembang. Bisnis yang bukan hanya survival tapi juga usaha yang akan memberi penghidupan pada orang banyak. Saya selain berhutang budi kepada ibu saya juga pada pak William Suryajaya yang memberikan mentorship selama 2 tahun intensif, tentang bagaimana pengusaha tidak hanya mencari keuntungan tapi juga menjadi aset bangsa, saya belajar banyak soal itu.

T: Apakah peluang industri ekstraktif di Indonesia masih terbuka?

J: Masih terbuka luas, lihat saja kita nomor satu pengekspor batubara thermal di dunia, emas mungkin nomor dua. Kakao kita nomor dua, kelapa sawit nomor satu, tembaga juga sangat potensial. Semua sumber mineral penting yang akan dipakai oleh produk industri dapat ditemui di Indonesia, semua itu belum digarap. Jadi peluangnya masih terbuka lebar. Tapi saya ingin mengajak pengusaha yang bergerak di bidang sumber daya alam untuk melihat bagaimana meng-capture nilai tambahnya di Indonesia. Selain memberikan pajak lebih besar, tapi juga memberi yang lebih besar kepada rakyat.

T: Kemiskinan di Indonesia masih tinggi, bagaimana cara mengatasinya?

J: Kemiskinan hanya bisa disolusikan dengan memberdayakan rakyat yang masih on the bottom of the pyramids, mereka dengan pendapatan di bawah 2 dolar sehari. Bagaimana memberdayakan mereka? Dengan memberikan peluang. Bagaimana berikan peluang? Menurut saya masalah kelompok bottom of the pyramids adalah peluang. Kita harus bisa menghadirkan peluang dalam bentuk akses pada microfinance. Tiba-tiba teman-teman di bottom of the pyramids ini punya alat untuk menangkap peluang tersebut.

Makanya kita sebut sekarang lebih dari 42 juta unit usaha mikro kecil menegah yang telah lahir di Indonesia. 60 persen pendapatan domestik bruto disumbang UMKM, yang disebut bottom itu. Nah dengan memberi microfinance maka tiba-tiba hadir semua peluang pada mereka. Di situ adalah cikal bakal mereka melahirkan suatu usaha yang bisa mengangkat harkat martabat mereka dan menaikkan derajat mereka dari bottom of the pyramids ke kelas menengah.

T: Kuncinya wiraswasta?

J: Kuncinya entrepreneurship. dan ini saya sudah bicara di kampus, SMA-SMA. Think like an entrepreneur. memang nggak semua orang harus jadi entrepreneur, tapi berpikirlah sebagai seorang wirausaha untuk mengatasi berbagai masalah dalam keseharian kita. Bagaimana kita melihat peluang yang terus ada di balik setiap krisis. Bagaimana kita menghadapi hidup dengan penuh komitmen dan tak mudah putus asa. itu kan sifat-sifat dari seorang pengusaha.

Kalau punya kemampuan hadirkan pola pikir itu kepada akademisi, birokrat, pegawai pemerintah, pegawai swasta, maka akan terbentuk culture kewirausahaan, maka inovasi bangsa akan meningkat dan perekonomian pada ujungnya akan menghasilkan nilai growth rate yang lebih tinggi untuk bangsa tersebut. Indonesia hanya punya 0,18 persen populasi yang menjadi enterpreneur, kalau tak salah kurang dari 500 ribu. Tugas kita untuk pada 2020 mencetak setidaknya 5 juta entrepreneur yang sanggup mengisi pembangunan dan menciptakan lapangan kerja.

T: Jika masyarakat sudah menjadi entrepreneur dan sejahtera, lalu di mana peran pemerintah?

J: Pemerintah posisinya tak seperti zaman sebelum krisis, di mana ada keterbatasan sumber daya, keterbatasan dana. Tugas pemerintah adalah menghadirkan iklim dunia usaha yang paling kondusif di mana perizinan dipermudah, anak-anak muda yang punya ide dalam hitungan 3 hari dapat meregistrasi ide tersebut dan memulai usahanya atau mendirikan perusahaannya. Kalau mendirikan perusahaan sudah dibuat begitu mudah, juga bagaimana memberikan akses permodalan yang paling baik terhadap perusahaan-perusahaan ini.

Terakhir kemampuan pengusaha untuk berinovasi, bagaimana human capacity pengusaha ini. Kalau tiga aspek ini bisa diberikan, pemerintah tak perlu terlalu repot memberi budget besar pada setiap sektor usaha. Cukup diberi insentif, cukup diberi iklim yang sangat ramah terhadap kegiatan dunia usaha, akan tumbuh dengan sendirinya.

T: Apa masalah terbesar pemerintah dalam memberi iklim yang kondusif buat dunia usaha?

J: Pemerintah juga harus menyelesaikan masalah infrastruktur yang dihadapi karena indonesia adalah negara yang infrastrukturnya sangat lemah. Mengirim barang dari Surabaya ke Jakarta lebih mahal daripada dari Surabaya ke Hongkong, padahal jaraknya sangat berbeda. Tapi karena infrastruktur lemah ini menggerus daya saing dunia usaha. Saya yakin kalau pengusaha bahu membahu dan pemerintah maka ekonomi kita bisa tumbuh 8-10 persen dan indonesia bisa menjadi bukan hanya Macan Asia tapi juara dunia dan ada beberapa pandangan bahwa Indonesia akan jadi ekonomi terbesar di Asia tahun 2050.

==============================

Rahasia Sikap Mental Pengusaha


Banyak orang yang mencoba untuk berwiraswasta, tak semuanya berhasil. Pendiri Grup Saratoga dan Recapital Sandiaga Uno menceritakan rahasia suksesnya.

Pengusaha muda yang juga orang terkaya nomor 27 di Indonesia ini menekankan bahwa sikap mental adalah modal utama bagi calon pengusaha. Sikap mental ini harus dimiliki pengusaha dan calon pengusaha yang ingin berhasil.

Pertama, seorang wirausahawan harus punya pola pikir seperti pengusaha. "Mereka harus punya paradigma yang positif dan optimis," kata Sandiaga saat ditemui Yahoo! di kantornya, 26 April lalu.

Sandiaga sendiri mulai berwiraswasta setelah dipecat dari perusahaan tempatnya bekerja pada 1997. Untuk memulai usaha, modal bukan hal yang dinilai penting oleh Sandiaga. Tabu baginya untuk berkata "saya mau mulai berusaha tapi tak ada modal".

"Kuncinya adalah kemauan. Begitu kemauan ada, harus ada keberanian," kata dia. Keberanian tersebut akan menjadi modal yang paling utama dengan dukungan ide, rencana mencapai kesuksesan, kemampuan berjejaring dan kepercayaan dari kolega bisnis.

Dengan rangkuman bisnis yang solid tersebut, Sandiaga percaya, bukan pengusaha yang akan mencari modal melainkan modal yang akan menghampiri. Saat mengawali usahanya, Sandiaga mengakui bahwa menjalin usaha memang sangat sulit. Pernah selama enam bulan dia tak mendapatkan satu klien pun. "Sulit sekali mendapatkan kepercayaan dari investor," kata dia.

Seorang pengusaha juga harus mengubah paradigmanya, bukan lagi sebagai karyawan yang menggantungkan hidupnya dari gaji bulanan. Kondisi terjamin itu membuat karyawan tak suka mengambil risiko. Padahal, seorang pengusaha harus berani mengambil risiko.

"Pengusaha jatuh bangun karena bisnis memang penuh risiko," kata dia. Sandiaga menekankan bahwa kesuksesan tak pernah instan. Kesuksesan hanya dapat dicapai dengan kerja keras dan pantang menyerah.