Haris Zone official website | Members area : Register | Sign in
Image and video hosting by TinyPic


~*0*~
Ketika Anda berhenti mengubah, Anda sudah berakhir (Benjamin Franklin)
.

~*0*~
Perubahan dimulai ketika seseorang melihat langkah berikutnya (Willian Drayton)
.

~*0*~
Dia yang menolak perubahan adalah arsitek pembusukan (Harold Wilson)
.

~*0*~
Perubahan itu sendiri kekal, terus menerus, abadi. (Arthur Schopenhauer)
.

~*0*~
Perjalanan seribu batu bermula dari satu langkah (Lao Tze)
.

~*0*~
Ubah pikiran Anda dan Anda akan mengubah dunia (Norman Vincent Peale)
.

~*0*~
Tidak ada yang salah dengan perubahan, selama berada di arah yang benar (Winston Churchill)
.

~*0*~
Kita berubah, apakah kita suka atau tidak (Ralph Waldo Emerson)
.

~*0*~
Kita harus berubah menjadi seperti yang ingin kita lihat (Mahatma Gandhi)
.

~*0*~
Berteriaklah lantang jika dunia ingin melihatmu, Singkirkan rasa takutmu jika kau inginkan perubahan, Yakinlah kau bisa jika oranglain ingin percayai dirimu, Karena aku adalah sang inovator...! (anonim)
.
Image and video hosting by TinyPic
.
Image and video hosting by TinyPic Image and video hosting by TinyPic
Selamat Datang di Website Haris Media ------ Maaf Website Ini Masih Dalam Proses Pengembangan

Fitra: Anggaran Bisa Ditekan Rp 6,2 M

Rabu, 10 Agustus 2011

Semarang - Peneliti dari Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Jawa Tengah, Sabiq Al Fauzi, mengatakan, dana pelaksanaan Pilkada Kabupaten Cilacap Tahun 2012 dapat diturunkan lagi dari anggaran yang diusulkan KPU setempat.

Dari analisas tim Fitra dengan beberapa metode, dana tersebut bisa dihemat hingga Rp 6,2 miliar dari anggaran yang diajukan sebelumnya sekitar Rp 29 miliar.

Penurunan jumlah ini cukup signifikan, kata Sabig seraya menambahkan bahwa pihaknya menggunakan sejumlah metode seperti "trekking" yakni dengan mengamati seluruh pos anggaran.

Melalui metode itu, katanya, ada sejumlah pos anggaran yang masih bisa diturunkan mulai dari yang besar hingga terkecil misalnya biaya foto kopi.

"Dalam rencana anggaran belanja (RAB), KPU mengajukan anggaran foto kopi sebesar Rp 200 per lembar. Angka ini bisa diturunkan menjadi Rp 120 per lembar," katanya.

Selain itu, katanya pos anggaran untuk membayar gaji anggota KPU dan panitia pemilihan kecamatan (PPK) juga dapat diturunkan lagi dengan melihat masa kerja efektif lembaga penyelenggara dan pelaksana pilkada itu.

Ia mengemukakan, masa kerja efektif anggota PPK hanya lima bulan dan anggota KPU hanya enam bulan, bukan delapan bulan seperti yang tercantum dalam RAB. "Berdasarkan wawancara yang kami lakukan dengan ketua KPU dan beberapa anggota PPK, masa kerja efektif mereka antara lima hingga enam bulan," katanya.

Penghematan anggaran pilkada akan membawa pengaruh besar terhadap masyarakat Cilacap karena dana tersebut berasal dari APBD yang ditujukan untuk pembangunan daerah. Akan tetapi, katanya, APBD Kabupaten Cilacap saat ini banyak tersedot untuk belanja rutin seperti gaji pegawai sehingga pos anggaran tersebut tidak bisa dikurangi untuk mendanai pilkada.

"Yang jelas tersedot adalah anggaran pembangunan yang pada akhirnya hak warga untuk mendapatkan perbaikan infrastruktur dan pelayanan publik dasar akan terkurangi," katanya. (Wahyudi)


Sumber : suarakarya-online.com

Gapai Kesuksesan di Luar Cara Konvensional

Minggu, 24 Juli 2011

SEBAGIAN orang tidak terprogram untuk bekerja di lingkungan tradisional. Jika Anda mudah bosan, memiliki banyak minat, dan lebih memilih untuk membuat aturan sendiri, maka Anda mungkin salah satu dari mereka.

Anda tentu saja bisa menghabiskan hidup penuh penderitaan selama beberapa dekade dengan menjadi seorang karyawan, mengeluhkan bagian diri yang hilang, merasa tidak terpenuhi dan bosan. Namun, Anda juga bisa mengambil langkah berani dan menghadapi risiko dengan membuat jalan sendiri menuju kesuksesan.

Wayne Rogers, seorang pengusaha, pebisnis, dan aktor telah mengambil keputusan tersebut dalam hidupnya. Dia pernah terlibat dalam segala hal mulai dari pembuatan anggur, bisnis pengantin, sampai berakting di atas panggung dan memiliki sebuah perusahaan distribusi film.

Dalam bukunya berjudul Make Your Own Rules: A Renegade Guide to Unconventional Success, Rogers menjabarkan bagaimana dia bisa menguasai berbagai macam bisnis secara independen. Berikut ini adalah beberapa tips yang disarikan dari bukunya seperti dikutip situs msn.careerbuilder.com:

Jangan membatasi diri
Banyak orang percaya, pilihan karier mereka harus dibuat berdasarkan latar belakang pendidikan atau pengalaman kerja yang sesuai untuk bidang tertentu. Namun, Rogers memiliki pendapat berbeda. ''Hal ini akan mengejutkanmu. Tetapi, benang umum untuk berbagai bisnis di mana saya terlibat adalah bahwa saya belum pernah berkecimpung di dalamnya sebelumnya.''

Jika banyak orang memandang kurangnya pengalaman sebagai hambatan untuk memasuki bisnis tertentu, Rogers justru melihatnya sebagai keuntungan. ''Itu adalah suatu keuntungan karena saya tidak punya aturan yang harus diikuti, tidak ada keputusan yang bisa dibuat ulang, tidak ada 'buku' yang memberitahuku bagaimana cara menemukan kesuksesan.''

Kenyataan itu memungkinan Rogers untuk mengambil pendekatan kreatif ketimbang pendekatan administrasi. ''Keyakikanku adalah bahwa hasil terbaik dalam bisnis berasal dari proses kreatif, dari kemampuan untuk melihat sesuatu secara berbeda dari orang lain, dan dari menemukan jawaban untuk masalah yang tidak terikat kalimat 'kami selalu melakukannya dengan cara ini.' ''
Mematuhi regulasi
Bahkan bisnis terkecil pun harus tunduk terhadap berbagai peraturan daerah mau pun pusat. Jika Anda ingin memulai bisnis sendiri, peraturan tersebut harus dipelajari dan dipatuhi. Kemampuan Anda untuk mematuhi dokumen dan laporan yang diperlukan oleh berbagai aturan tersebut, dapat membuat perbedaan berarti antara keberhasilan dengan kegagalan.
Besar belum tentu lebih baik
Lawan dorongan untuk membuat pertumbuhan dan tujuan yang terlampau muluk dari bisnis Anda. Menurut Rogers, ukuran tidak efisien. ''Belum lama berlalu, ada beberapa produsen mobil termasuk Nash, Kaiser, Hudson, Studebaker dan Packard. Mereka harus bersaing satu sama lain. Apakah itu sulit? Ya, tapi hal itu mengarah pada inovasi.''

Sebaliknya, imbuh Rogers, tiga pemain besar seperti Ford, General Motors dan Chrysler telah berpuas diri dengan produk-produk mereka sehingga tersusul oleh pesaing asing dan terpaksa menghadapi krisis. Pertahankan bisnis kecil Anda dan tetaplah berinovasi, sarannya.
Mitra bisnis baik
Pilih mitra bisnis Anda secara bijaksana, nasihat Rogers. ''Pilih mitra dan rekan yang Anda percaya dan buat mereka memercayai Anda. Kedua proses ini hampir dapat dipastikan akan memengaruhi hasil dari apa yang Anda lakukan.''

Gunakan insting Anda, amati perilaku orang-orang, dan nilai konsekuensi tindakan mereka. Selain dapat dipercaya, mitra bisnis dan karyawan juga harus dapat berbagi pola pikir yang sama dengan Anda. (Yul/OL-06)

Terimalah konsekuensi pilihanmu

Kamis, 21 Juli 2011

Oleh Anthony Dio Martin

Seorang wanita di San Diego merasa terganggu sekali oleh anjing tetangganya. Setiap malam ia merasa tidak bisa tidur karena lolongan anjing tetangganya itu. Akhirnya, dalam kemarahannya, ia mencari nomor telepon tetangganya dan setiap malam, dia menelepon tetangganya tersebut, hanya dengan sebuah pesan, “AUUUUUU....” suara melolong di telepon, lalu kemudian ditutup.

Tetangganya yang merasa terganggu oleh telepon itu, lalu melapor ke polisi. Ketika polisi melacak dan menemukan bahwa peneleponnya adalah tetangganya yang terganggu, si tetangga yang menelepon itu pun ditanya mengapa ia melakukannya.
Jawabannya sederhana, “Kalau saya tak bisa tidur, jangan harap ia juga bisa tidur!’. Dari kepolisian, ka sus ini pun diangkat ke meja hijau. Untungnya si hakim cukup bijak sehingga, keputusan pun diambil.

Si anjing tidak boleh lagi berada di sekitar kawasan itu. Namun, si tetangga yang mengganggu lew ttelepon pun dihukum kerja sosial beberapa bulan karena mengganggu privasi orang dengan pilihannya membalas dendam melalui telepon lolongan anjingnya’ itu.
Menurut ilmu Kecerdasan Emosional, setiap orang punya pilihan atas tindakan yang ia lakukan. Pada dasarnya, setiap tindakan punya konsekuensi. Si hakim menghukun si tetangga yang jahil dengan tepeon itu karena alasan yang sederhana.
Sebenarnya, dia sendiri bisa melakukan beberapa langkah pilihan: menelepon polisi, menegur tetangganya, menjadikan tetangganya sebagai teman lalu membujuknya pelan-pelan untuk menaruh anjingnya di tempat yang tak mengganggu, serta masih banyak langkah lainnya.

Sayangnya, semua pilihan yang lebih positif tidak ia dilakukan, justru yang ia pikirkan adalah balas dendam. Sebuah pilihan salah yang membawa konsekuensi yang tidak menyenangkan.

Untungnya, yang diterima hanya hukuman kerja sosial. Kisah ini mengawali soal pentingnya memikirkan suatu konsekuensi tindakan sebelum sebuah langkah diambil!
Kisah sebaliknya
Sebaliknya, ada pula kisah yang bertolak belakang dari kisah di atas. Suatu ketika, ada seorang peternak yang memiliki peternakan domba. Sayangnya, domba-domba ini selalu ditakut-takuti dan bahkan digigit hingga terluka oleh anjing tetangganya yang dilepaskan di halaman.

Berbulan-bulan, kejadian ini menjadi masalah bagi peternak yang memelihara domba-domba itu. Akhirnya, karena tidak tahan lagi, ia pun pergi menemui seorang hakim dan meminta si hakim untuk menghukum tetangga serta anjingnya itu.

Si hakim yang bijak, menganggukangguk lantas memberikan jawaban kepada peternak yang marah itu, “Pak, saya bisa saja menjatuhkan hukuman yang berat kepada tetanggamu itu. Tetapi akibatnya, jadi bermusuhan. Saya menyarankan, ketika dombamu mulai mempunyai anak, berikanlah satu ekor kepadanya sebagai tanda persahabatan.”

Awalnya, si peternak itu tentu saja menolak karena sudah telanjur merasa jengkel dengan tetangganya tersebut, tetapi si hakim kelihatannya sangat percaya dengan sarannya. Akhirnya, si peternak itu pun diminta segera melakukan apa yang disarankannya.
Ketika domba kecil itu diberikan pada tetangganya apa yang terjadi adalah suatu akhir yang menyenangkan. Segera, persahabatan dan keakraban menjadi semakin baik di antara mereka.
Lantas, karena tetangganya pun melepaskan domba kecilnya di halaman, maka untuk menjaga domba itu dari gigitan anjingnya sendiri, si anjing itu pun segera dirantainya. Dengan demikianlah, anjing itu pun tidak bisa mengganggu domba si peternak itu. Masalah pun selesai.

Ada pilihan, ada konsekuensi

Kedua kisah di atas sebenarnya mengajarkan kepada kita soal konsekuensi pilihan dari kata-kata, sikap serta tindakan kita. Salah satu prinsip penting yang bisa kita terapkan adalah realita bahwa kita sebenarnya punya banyak pilihan atas apa reaksi yang ingin kita berikan.

Kita ambil contoh. Tatkala hujan turun sebelum kita berangkat kerja, kita bisa bereaksi berbagai macam. Kita bisa mulai dengan mengumpat, menggerutu, tidur lagi, cari alas an untuk sakit, mencari payung atau bersyukur karena kita ‘nggak’ akan kepanasan dan tetap berangkat kerja dengan semangat.

Semuanya bergantung pada pilihan kita. Begitu pula, saat misalnya, kita tidak dipromosikan tetapi rekan kita yang kita anggap ‘saingan’ justru yang dapat promosi. Maka, reaksi kita pun bisa beragam.

Kita bisa mulai bereaksi dengan cara memaki-maki atasan, keluar dari perusahaan, diam seribu bahasa, diam-diam menyabotase, menyebarkan gosip, bersikap negatif di kantor, memusuhi rekan Anda tersebut, pergi ke dukun, berusaha mencari cara mencelakakan rekan Anda itu, menerima kenyataan itu apa adanya, berusaha lebih gitu untuk me ning katkan kemampuan Anda, tetap positif, dan masih banyak cara yang bisa Anda lakukan.

Intinya, menghadapi berbagai situasi yang Anda alami, Anda punya banyak pilihan. Tentunya, yang perlu diingat, dari setiap pilihan tersebut, ada konsekuensinya.
Kembali pada contoh di atas. Tatkala kita memilih untuk mengeluh dan menggerutu ketika terjadi hujan sebelum berangkat kerja, mungkin konsekuensi yang didapatkan adalah hari yang tak menyenangkan.

Kita jadi murung dan uringuringan. Begitu pula, tatkala kita memilih untuk mencelakakan rekan kita yang dipromosikan, kita mungkin mengambil risiko terkena balasannya.

Misalkan, baru-baru ini ada seorang pebisnis di Kalimantan yang memutuskan untuk membayar preman untuk memukuli saingan bisnisnya. Akibatnya, si pebisnis yang memanggil preman tersebut kini mendekam di penjara atas idenya memukuli saingan bisnisnya itu. Jadi ingatlah, setiap kali kita membuat pilihan dalam pilihan itupun terdapat konsekuensi-konsekuensi yang mesti kita tanggung pula.

Bagaimana membuat pilihak bijak?
Pertanyaan penting di sini, bagaimanakah kita bisa membuat pilihan-pilihan yang bijak dalam kehidupan kita?
Pertama-tama, adalah memikir kan dan merenungkan sejenak. Ambillah waktu untuk merefleksikan ketika suatu pilihan diambil, apa konsekuensinya yang mungkin timbul. Sayangnya banyak orang dengan cepat mengambil langkah dan tindakan, tetapi ketika suatu konsekuensi terjadi, barulah orang sadar.

Saya ingat dengan email dari rekan saya yang menuliskan moto hidupnya yang bagus, “Jangan belajar soal pentingnya keselamatan dari kecelakaan (don’t learn safety by accident)”.

Celakanya, justru itulah yang banyak terjadi dalam hidup kebanyakan orang. Ketika sakit, ketika mengalami malapetaka, ketika terjadi kecelakaan, barulah orang menjadi sadar dan insyaf akan perbuatannya yang salah.

Namun, hal itu sering kali sudah terlambat. Karena itulah, ambillah waktu untuk memikirkan apa yang mungkin terjadi dari sesuatu sebelum keputusan diambil.

Kedua, yakinlah Anda mampu dan berani menanggung risikonya, ketika konsekuensi terburuk dari pilihan Anda terjadi. Banyak orang membuat pilihan tetapi menolak menerimanya tatkala akibat buruk dari keputusannya terjadi. Ini artinya, mau enaknya saja.

Ketika suatu keputusan dan pi lihan dibuat, hal yang buruk bisa saja terjadi. Nah, siapkah Anda ketika hal buruk itu terjadi? Jika Anda belum siap, sebaiknya pikir lagi keputusan dan pilihan Anda.

Akhirnya, untuk menghindari kesalahan dan kekeliruan, carilah referensi dan informasi. Saat ini ada banyak sumber informasi bahkan Anda pun bisa bertanya kepada orang yang pernah mengalaminya.

Semakin banyak informasi dan masukan, kadang memang bisa membuat bingung, tetapi makin banyak informasi, berarti pula Anda bisa punya banyak pertimbangan yang bisa membuat Anda membuat keputusan yang lebih baik.

Akhir kata, hanya sebuah saran sederhana: pikirkanlah sebelum terkena akibatnya, jangan terkena akibatnya baru berpikir.

Sumber : bisnis.com

Memiskinkan Petani Bentuk Kejahatan Kemanusiaan

Rabu, 20 Juli 2011


Kebijakan impor pangan khususnya beras, yang justru menjadi bumerang dan memiskinkan petani kecil bisa dikategorikan sebagai bentuk ketidakadilan dan kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh negara. Apalagi, di sisi lain, pemerintah malah lebih berpihak kepada kepentingan obligor pengemplang Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dengan cara memaksa rakyat pembayar pajak untuk menanggung beban utang obligasi rekapitalisasi perbankan itu.

Oleh karena itu, bangsa Indonesia saat ini sangat membutuhkan pejabat yang bukan hanya memahami penderitaan rakyat kecil tetapi juga peduli dengan nasib mereka sehingga rela berjuang demi kesejahteraan rakyat banyak.

Pengamat ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Zamroni Salim, di Jakarta, Rabu (20/7), mengatakan penyelenggara negara tidak memiliki keberpihakan dalam memperhatikan nasib rakyat kecil. Menurut dia, perhatian pemerintah terhadap rakyat lebih bersifat rutinitas atau business as usual. Akibatnya, jumlah orang miskin bukannya berkurang, malahan bertambah setiap tahun. Karena itu, pejabat yang dibutuhkan Indonesia ke depan adalah aparat pemerintah yang mampu menggunakan semua sumber daya bagi kemakmuran rakyat Indonesia.

"Saya belum melihat ada pejabat negeri ini yang benar-benar prorakyat. Mereka tidak peduli lagi dengan rakyatnya. Mereka butuh rakyat saat diperlukan saja," tegas dia.

Zamroni menilai pejabat Indonesia tidak peka terhadap persoalan ketahanan pangan dan ketahanan energi. Padahal, potensi Indonesia yang kaya dengan sumber daya alam itu tidak dimanfaatkan secara optimal oleh penyelenggara negara.

"Saya belum melihat program perbaikan nasib petani, distribusi pangan dan infrastruktur untuk menjangkau daerah yang miskin. Tampaknya, mereka menjabat bukan demi bangsa dan negara tetapi kepentingan sendiri. Ini namanya pejabat yang menjajah rakyat, bukan pejabat yang melindungi rakyat," jelas Zamroni.

Sebelumnya dikabarkan, kenaikan harga beras global yang menyeret penguatan harga beras di Indonesia diperkirakan kian menggerus daya beli rakyat miskin dan petani. Dalam sepuluh tahun terakhir, daya beli masyarakat untuk beras telah menyusut empat kali lipat. Secara umum kenaikan harga beras di dalam negeri berpeluang mendorong laju inflasi sehingga semakin menekan nasih rakyat miskin Indonesia yang mencapai 117 juta jiwa berdasarkan kriteria Bank Dunia.

Zamroni mengungkapkan pemerintah tidak adil terhadap rakyat karena pajak yang dipungut dari hasil keringat rakyat kecil dipakai untuk membayar utang BLBI. "Saya tidak mengatakan ini sebuah kejahatan. Ini jelas sangat tidak adil dan melukai rakyat. Ini kesalahan dalam mengalokasikan anggaran negara. Masalah prioritas menjadi penting, terutama menyangkut kepentingan masyarakat miskin yang jumlahnya semakin bertambah setiap tahun," ujarnya.

Menurut dia, pajak harus digunakan untuk kegiatan pembangunan yang langsung bersentuhan dengan rakyat terutama masyarakat kecil yang terpinggirkan misalnya untuk ketahanan pangan dan perbaikan infrastruktur.


Tidak Menikmati

Direktur Indef Enny Sri Hartati menjelaskan petani Indonesia tidak menikmati keuntungan dari kenaikan harga beras global. Malah, pendapatan petani semakin tergerus karena terbebani untuk membayar utang biaya produksi.

"Setiap ada kenaikan harga komoditas pangan banyak petani yang masuk dalam katagori miskin. Soalnya, petani di Indonesia itu petani penggarap dan sekarang ini hasil panen petani penggarap habis saat masih di sawah dan tidak sempat disimpan di rumah. Setelah menjual panen, petani langsung menjadi konsumen, dan membeli dengan harga di pasar," jelas dia.

Kalaupun ada yang dibawa pulang, tambah Enny, biasanya hanya cukup untuk dikonsumsi sendiri selama 1-2 minggu setelah panen. "Tetap saja yang menikmati keuntungan terbesar itu pedagang pengumpul. Petani penggarap dan mayoritas petani itu menjadi konsumen sesudah mereka menjual semua hasil panen. Dan sebagai konsumen mereka harus mengeluarkan ongkos lebih mahal untuk membeli beras," ungka Enny.

Ia mencontohkan petani menjual gabah di level 4.000 rupiah per kilogram (kg), dan mereka harus membeli beras di level 7.000 rupiah per kg. Dengan kondisi itu, kata Enny seharusnya pemerintah membuat kebijakan untuk mendorong petani mendapatkan akses penjualan langsung ke pasar tanpa melalui perantara.

"Tetapi langkah yang dilakukan pemerintah memang vulgar, dengan dalih tidak memiliki cadangan, tiba-tiba impor. Kenapa pemerintah tidak menaikkan harga pembelian pemerintah (HPP) gabah dan beras. Padahal harga beras impor lebih tinggi daripada HPP. Kalau begitu pemerintah justru mensubsidi petani asing daripada petani lokal," papar dia.

Jadi daripada mengeluarkan anggaran besar untuk impor, katanya, seharusnya pemerintah menggunakan dana itu untuk menaikkan HPP, dan dampaknya akan menguntungkan petani karena Bulog bisa langsung menyerap beras milik petani dengan harga memadai. aan/YK/lex/WP

Wajah Kelembagaan Negara


Dalam setiap diskursus mengenai sistem kelembagaan negara selalu terdapat dua elemen primer yang saling berkaitan, yaitu organ dan fungsi. Organ adalah bentuk atau wadahnya, sedang fungsi adalah isinya. Organ adalah status bentuknya, sedang fungsi adalah gerakan atau bagaimana bekerjanya wadah sesuai dengan maksud pembentukannya (Asshidiqie, 2010).

Dalam konstitusi, organ dimaksud ada yang disebut secara eksplisit namanya dan ada pula yang disebut secara eksplisit hanya fungsinya. Ada pula organ, baik namanya maupun fungsinya, akan diatur dengan peraturan yang lebih rendah sehingga akan menciptakan adanya pola penyebaran kekuasaan (dispersion of power) antara kelembagaan dengan dibentuknya lembaga sampiran negara.

Adapun pembentukan lembaga sampiran negara (state auxillary agencies) baik itu sifatnya struktural maupun nonstruktural sendiri merupakan pola reduksional dari hegemoni trisula kelembagaan negara yakni eksekutif, legislatif, maupun yudikatif.

Oleh karenanya, doktrin Montesqiue sendiri tidak pernah ada dalam realitas pembentukan sistem lembaga negara karena akan selalu saja terjadi sifat eksklusivisme dan superioritas yang ditimbulkan oleh ketiga lembaga tersebut, sehingga akan menganggu kestabilan demokrasi.

Desakan adanya untuk membebaskan intervensi politik yang rawan terjadi di tiga trinitas lembaga negara itulah yang menjadi reason d’etre lahirnya lembaga sampiran negara sebagai lembaga perantara dan atau penengah (intermediary) bagi masyarakat untuk memasuki ranah politik negara.

Dalam konteks Indonesia, pembentukan lembaga sampiran dalam bentuk komisi, lembaga struktural, maupun nonstruktural, justru menjadi polemik tersendiri. Hal tersebut dapat terindikasi dari banyaknya lembaga dan komisi itu, menyebabkan satu fungsi ditangani banyak pihak.

Sebaliknya, banyak bidang yang justru belum ditangani secara baik. Hal itu tentu menimbulkan permasalahan, antara lain bagaimana status dan kedudukan lembaga negara dan komisi tersebut, akuntabilitasnya, dan koordinasi di antara mereka serta koordinasi dengan departemen terkait.

Belum lagi soal anggaran, mengingat masing-masing lembaga dan komisi itu memerlukan anggaran untuk pelaksanaan tugas dan fungsinya masing-masing. Hampir 75 persen pagu anggaran dalam APBN sendiri habis untuk mendanai operasionalisasi banyaknya lembaga tersebut sehingga muncul banyak laporan keuangan lembaga pemerintah dan negara yang dinyatakan disclaimer. Sebab, mulai dari sistem perencanaan, pencatatan, pelaksanaan hingga pengawasannya, tidak mencerminkan sistem akuntansi lembaga publik yang seharusnya.

Oleh karena itu, banyak permasalahan negara yang tidak sampai selesai dibahas karena adanya kurang koordinasi dari lembaga, komisi, maupun kementerian. Sebagai contoh dalam kasus pemberantasan korupsi, selalu muncul kontestasi antarlembaga, baik Kepolisian, KPK, MA, maupun Tim khusus Mafia Hukum.

Maka pada akhirnya bila ada permasalahan dalam pemberantasan korupsi, masing-masing lembaga saling lempar tanggung jawab dan melakukan aksi cuci bersih. Hal tersebut terjadi karena tugas pokok fungsi (tupoksi) ketiga lembaga tersebut hampir sama, yakni bergerak dalam yurisdiksional.

Adapun peran komisi negara yang dibentuk juga masih minim kontribusi untuk melakukan fungsi surveillance kepada lembaga/departemen. Peran ad hoc yang diemban Komisi Kejaksaan, Komisi Kepolisian Nasional, maupun komisi lainnya belum pernah melakukan gebrakan yang didengar publik, malahan berbagai komisi tersebut justru menjadi subordinasi lembaga yang diawasinya.

Peran Presiden sebagai lembaga eksekutif merupakan sumber dari ambiguitas fungsi dan peran organik yang diemban dalam sistem kelembagaan negara. Bukannya memperkuat fungsi organik lembaga, malahan Presiden membuat berbagai lembaga baru baik yang bersumber Penpres, Inpres, UU, Peraturan Pemerintah, maupun UU. Perilaku yang sedemikian tersebut merupakan bentuk ketidakpercayaan Presiden selama ini terhadap berbagai lembaga yang dipimpinnya.

Selama ini, Presiden terlalu reaktif dan bukan bersifat kuratif dalam menyelesaikan permasalahan negara melalui kelembagaan sehingga menimbulkan krisis moralitas dan loyalitas antara Presiden dan lembaga negara yang dipimpinnya. Oleh karena itulah, banyak arahan-arahan Presiden atau pun instruksinya yang belum tuntas dikerjakan para menterinya. Jumlahnya, diakui dia, seperti yang diungkapkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yakni masih kurang dari 50 persen.

Seharusnya, perintah Presiden bak sebuah titah. Mereka yang diberi perintah seharusnya mengerjakan dengan sepenuh hati. Kalau pun perintahnya tidak bisa dilaksanakan, harus kembali ke pemberi perintah untuk menyampaikan kendala yang dihadapi sehingga perintah itu tidak bisa dijalankan.

Sebagai seorang pemimpin, Presiden pun seharusnya menegur suatu lembaga kalau perintah yang dikeluarkan tidak bisa terlaksana. Kalau tidak jalannya perintah itu karena kapasitas dari yang diberi perintah, maka Presiden harus mengganti dengan orang-orang yang memiliki kapasitas.

Ketika Presiden diam saja terhadap perintah yang tidak jalan dan bahkan lembaga yang diperintah itu tidak diberi sanksi apa pun, tidak usah heran apabila semua lembaga menganggap enteng saja perintah Presiden.

Sebab, kalau pun tidak bisa dilaksanakan tidak ditegur, sebaliknya, ketika dilaksanakan pun sudah tidak menjadi perhatian Presiden. Kalau keadaannya seperti itu, maka Presiden seakan menjadi tidak ada. Presiden hanya dianggap sebagai sebuah sosok yang ada, namun keberadaannya tidak memberi arti apa-apa.

Agar tercipta good public governance maka sebaiknya lembaga-lembaga negara dan komisi-komisi yang ada saat ini ditata ulang. Lembaga atau komisi yang fungsinya tumpang tindih dengan yang lain, segera dibenahi. Bisa disatukan saja atau ada yang dibubarkan. Bisa juga dengan cara lebih memperkuatnya, agar lembaga dan komisi itu bisa menjalankan fungsinya dengan lebih cepat dan lebih baik.

Tentu saja, penataan ulang tersebut benar-benar dilakukan berdasarkan kepentingan bangsa dan negara serta melalui pertimbangan yang matang. Bukan didasarkan pada politik kepentingan jangka pendek


Wasisto Raharjo Jati
Penulis adalah analis Politik dan Kebijakan Publik FISIPOL UGM

Apakah 1 Kg Emas Lebih Bernilai daripada 1 Kg Beras?

Selasa, 19 Juli 2011

Harga emas dunia kembali membuat rekor baru dengan menembus kisaran harga 1.600 dollar AS per troy ounce. Pada perdagangan di New York Mercantile Exchange, 18 Juli lalu, harga emas sudah mencapai 1.603 dollar AS per troy ounce. Jika dibandingkan dengan harga emas, Juli tahun lalu, harga emas sudah melonjak 33 persen.

Kenaikan ini tidak lepas dari krisis utang negara Uni Eropa yang sudah menjalar dan ditambah lagi oleh kekhawatiran terhadap ekonomi Amerika Serikat (AS) akibat kemungkinan gagal bayar utang yang jatuh tempo. Sampai saat ini, Kongres AS yang didominasi oleh kubu Republik belum menyetujui kenaikan pagu utang AS. Padahal, Obama melalui Departemen Keuangan-nya telah mengingatkan bahwa persetujuan kenaikan pagu utang harus sudah disetujui sebelum tanggal 2 Agustus 2011 untuk memenuhi kewajiban pemerintah kepada para kreditor.

Standard&Poor;'s (S&P) juga telah mengingatkan pemerintah AS bahwa mereka akan menurunkan peringkat kredit AS yang saat ini AAA jika pemerintah gagal membayar utang yang jatuh tempo. Pada Mei 2011, utang AS telah menyentuh 14,293 triliun dollar AS sedangkan pagu utang AS saat ini hanya 14,294 triliun dollar AS. Gagal bayar utang oleh AS bukan hanya merusak perekonomian AS, tetapi juga memengaruhi Uni Eropa, Jepang, serta negara-negara berkembang karena AS merupakan negara pengimpor terakhir yang menyerap produk dunia sehingga berperan sebagai mesin pertumbuhan ekonomi dunia. Dengan demikian, dollar AS yang dicetak oleh AS juga dialokasikan untuk kebutuhan dunia.

Sementara itu, krisis utang Negara Uni Eropa yang berawal dari Yunani dikhawatirkan telah menjalar ke Italia, Spanyol, Republik Irlandia, dan Portugal. Baru-baru ini, hasil stress test terhadap 91 bank di Eropa menghasilkan delapan bank tidak lolos stress test, sedangkan stress test tersebut disinyalir tidak terlalu ketat. Diduga jika standar tesnya diperketat, seharusnya lebih dari delapan bank yang gagal. Kondisi ini makin mengkhawatirkan sehingga mendorong harga emas terus melonjak.


Dollar AS dan Emas

Berdasarkan perjanjian Breton Wood, New Hampshire, AS, tahun 1944, saat itu disetujui masing-masing negara mematok mata uang kertasnya dengan dollar AS dengan jaminan emas, yaitu 35 dollar AS dijamin dengan 1 ounce emas. Perjanjian ini berakhir tahun 1971 saat AS mengalami kesulitan ekonomi akibat perang Vietnam sehingga tidak mampu lagi mempertahankan uang kertas dengan jaminan emas. Richard Nixon sebagai Presiden AS waktu itu memutuskan tidak menjaminkan lagi dollar AS dengan emas melainkan ditentukan oleh kepercayaan terhadap cadangan devisa (emas dan valuta asing) yang dimiliki oleh bank sentral masing-masing negara. Kebijakan ini waktu itu sangat mengagetkan dunia sehingga dikenal sebagai "Nixon shock". Sejak saat itu, dollar AS menggantikan peran emas sehingga dollar AS dikeluarkan tanpa batas sesuai kebutuhan dunia dan menjadi fundamental sistem moneter dunia.

Mengingat peran AS sebagai negara penopang ekonomi dan keuangan dunia, mata uang dollar AS sudah menjadi mata uang dunia sehingga bagi sebagian besar negara di dunia dollar AS dijadikan sebagai penempatan cadangan devisa. Dengan adanya kemungkinan penurunan peringkat kredit oleh S&P tentunya cukup mengguncang perekonomian dunia, walaupun kemungkinan ini oleh beberapa kalangan dianggap relatif kecil. Krisis kredit di AS, mau tidak mau, menyebabkan ketidakpercayaan dunia terhadap dollar AS sehingga pelaku ekonomi menjadikan emas sebagai alternatif investasinya.

Emas

Sifat kimia yang dimiliki emas dan suplainya yang terbatas menyebabkan emas diburu dan harganya terus naik. Emas disebut sebagai logam mulia karena memiliki sifat-sifat yang unggul. Emas memiliki unsur kimia aurum yang dilambangkan dengan Au. Emas memiliki sifat kimia stabil, resisten terhadap korosi, tidak bereaksi dengan udara dan air, sehingga warna emas tetap bertahan.

Selain untuk perhiasan, emas juga dipakai untuk berbagai komponen elektronik karena memiliki daya hantar yang tinggi. Suplai emas yang terbatas menyebabkan emas makin diburu sebagai perhiasan maupun untuk investasi. Indonesia sendiri memunyai cadangan emas yang cukup besar. PT Freeport Indonesia saja pada tahun 2005 memunyai cadangan emas terbukti sebesar 1.242 ton. Emas juga menjadi budaya di beberapa negara, seperti India dan China. Kebangkitan ekonomi kedua negara ini mengakibatkan permintaan emas dunia makin melonjak sehingga turut mengakibatkan harga emas kian meroket.


Kontradiksi Harga Pangan dan Emas

Di tengah keguncangan ekonomi dunia akibat krisis utang di AS dan Eropa, emas dianggap sebagai alternatif investasi sehingga harganya terus naik. Bahkan, ada yang memprediksi dalam beberapa tahun ke depan harganya bisa mencapai 3.000 dollar AS per troy ounce atau sekitar delapan ratus ribu rupiah per gram. Hiruk-pikuk kenaikan harga emas ini telah menyedot perhatian dunia, termasuk Indonesia. Sementara itu, perhatian kita sangat minim terhadap produk pangan, seperti beras, jagung, gandum, kedelai, dan lain sebagainya.

Produk pangan yang merupakan kebutuhan dasar manusia harganya senantiasa ditekan sehingga petani yang memproduksi produk pangan tidak pernah bisa sejahtera. Padahal, sesungguhnya, hal yang paling penting bagi sejarah kehidupan manusia adalah kepastian pangan, sandang, dan papan untuk dapat bertahan hidup. Maka, terlihat absurd jika melihat harga pangan petani Indonesia yang masih dihargai murah oleh pemerintah dan masyarakat, sedangkan di sisi lain emas yang bukan merupakan kebutuhan pokok mengalami kenaikan tajam. Masyarakat dunia lupa terhadap kebutuhan pokok yang perlu mendapat jaminan suplai agar tidak kelaparan. Kebutuhan sandang, pangan, dan papan harus diutamakan.

Harga 1 kg emas yang kira-kira setara dengan 69.000 kali harga 1 kg beras membuat produk pangan seperti beras tampak tidak berarti sama sekali. Padahal, produk pangan seperti beras merupakan kebutuhan mendasar manusia sehingga perlu mendapat perhatian dari kita semua. Apakah ini sebagai tanda-tanda zaman ketika kita lupa terhadap kebutuhan rakyat miskin yang jumlahnya di negara ini puluhan hingga ratusan juta jiwa serta miliaran jiwa di seluruh dunia? Mari kita tersadar dari ketidakpedulian ini.

Wan Rimau
Pengamat Ekonomi dan Perbankan International

Indonesia Krisis Petani


Ironi Indonesia yang dikenal sebagai negara agraris tetapi ketersediaan petani saat ini didominasi oleh struktur usia tua dan lanjut. Diperkirakan 10-15 tahun ke depan sumberdaya manusia di usaha tani akan mengalami kelangkaan.

Demikian ditegaskan Ketua Bidang Kajian dan Advokasi Perhimpunan Sarjana Pertanian Indonesia (PSPI) Yeka Hendra Fatika di Jakarta, Selasa (19/7).

Menurutnya, minat generasi muda memasuki sektor pertanian semakin berkurang.
Berdasarkan data di sejumlah daerah penghasil beras, petani saat ini didominasi oleh struktur usia di atas 45 tahun.

Di Kabupaten Karawang, Jawa Barat, katanya, sekitar 60% petani tergolong berusia 45-60 tahun, dan 25,3% berusia lebih dari 60 tahun.

"Krisis petani muda ini juga terjadi pada daerah lumbung padi lainnya, seperti Cianjur Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi. Fakta ini menggambarkan tidak adanya regenerasi yang berdampak terhadap menurunnya produksi beras di masa datang," terang Yeka dalam diskusi bertajukAncaman Pangan di komisi IV DPR RI.

Menurunnya minat generasi muda masuk ke sektor pertanian, lanjutnya, karena pertanian dianggap tidak menguntungkan.

Berdasarkan penelitian PSPI, pendapatan rata-rata setiap petani Rp750 ribu tiap bulannya, dan pendapatan petani penggarap hanya sebesar Rp250 ribu. Minimnya pendapatan petani membuat generasi muda memilih sektor lain.

Selain itu, petani menanggung kerugian sendiri saat menghadapi berbagai macam tantangan pertanian seperti hama, dan perubahan iklim, tanpa ada bantuan dari pemerintah. "Buktinya, insentif pemerintah untuk masuk ke dunia pertanian mengalami kendala," tandasnya. (*/OL-9)